26 Apr. 2013

0
MUHASABAH



MUHASABAH
JANJI
“Tepatilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban.”(Al-Isra: 34)



Janji adalah ucapan yang paling murah untuk kita obral dan kita tawarkan kepada siapa saja, tetapi seringkali paling berat kita tunaikan. Siapapun bisa mengucapkan janji, sebesar apapun yang bisa di ucapkan lidahnya. Maklum lidah tidak bertulang, sehingga apapun kita bisa janjikan kepada orang lain, tidak terkecuali gunung emas.
Janji biasanya kita obral kepada mereka yang sudah kita kenal. Seorang ayah bisa menjanjikan sebuah hadiah kepada anaknya jika si anak naik kelas. Seorang atasan atau pengusaha biasanya menjanjikan bonus kepada karyawannya jika prestasi si karyawan bertambah baik atau jika keuntungan yang di dapat dari usahanya terus meningkat. Seorang suami mungkin bisa menjanjikan seuntai perhiasan kepada istrinya jika suami naik jabatan.
Janji juga bisa kita obral kepada orang-orang yang tidak kita kenal samasekali. Justru kampanye partai yang sebentar lagi akan meramaikan pentas politik tanah air, sudah terbiasa mengobral janji-janji muluk kepada masanya, meskipun mereka tidak mengenal seorang pun massa yang da janjikannya itu. Pemimpin-pemimpin partai, pemimpin lembaga legislatif dan calon-calon presiden pastilah akan memberikan janji terbaik yang bisa mereka tawarkan kepada orang-orang yang di harapkan mau memilihnya, meskipun mereka tidak mengenal secara langsung orang-orang yang di janjikannya itu.
Menapa manusia begitu mudah mengobral janji? Jawabannya bukan sekedar karena lidah tidak bertulang. Janji begitu mudah kta tawarkan karena ia biasanya di dasari oleh pamrih. Artinya,ketika kita menjanjikan sesuatu kepada orang lain, pada dasarnya kita juga menuntut sesuatu pada orang itu. Bahkan mungkin tuntutan kita jauh lebih besar dan lebih penting dari janji yang kita ucapkan.
Seorang bapak yang menjanjikan hadiah kepada anaknya, menuntut sang anak belajar lebih giat lagi agar nilai-nilai sekolah nya bertambah baik, sehingga si anak bisa di bangga-banggakan di depan para tetangganya. Dalam kasus ini tentu tidak ada salahnya si bapak memberikan stimulan agar anaknya giat belajar, tetapi kita juga tidak bisa memungkiri bahwa si bapak sendiri bisa jadi memiliki pamrih lain, yaitu agar anaknya membuatnya bangga di hadapan para tetangga, saudara-saudaranya atau temannya.
Begitu pula jika seorang atasan menjanjikan bonus atau hadiah kepada bawahannya, pada dasarnya dia menuntut kerja yang lebih dari bawahannya itu, sehingga kerja yang lebih itu bisa mendatangkan keuntungan yang lebih berlipat lagi bagi dirinya sendiori. Pada akhirnya, pamrih dari janji akan kembali kepada orang yang akan menjanjikannya.
Tapi salahkah orang berjanji? Tentu tidak! Janji adalah sesuatu yang boleh dan normal untuk dilakukan oles siapapun. Janji bukanlah tindakan criminal dan bukan pula bagian dari larangan tuhan. Janji baru menjadi masalah jika kita tidak mau atau enggan memenuhinya.
Jika kita menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan syarat-syarat tertentu, dan ketika syarat-syarat tertentu itu sudah terpenuhi, maka kita berkewajiban menunaikannya, tanpa harus mengurangnya sedikitpun. Masalahnya, kita sering sekali mencari-cari alasan yang kita buat-buat sendiri karena kita tidak mau memenuhi janji kita.
Padahal hati kecil kita mengakui, bahwa semestinya kita sudah memenuhi janji kita. Orang yang kita janjikan mungkin kita bisa bohongi dengan berbagai alasan yang kita buat-buat . tetapi, Allah swt. Tidak bisa kita bohongi. Dia Maha Tau dengan janji-janji kita , dan kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas janji-janji yang pernah kita obral dengan murahnya. Wallahu a’lam bish-shawwab.

0 opmerkings:

Text Widget

Pages

Blogger templates

Pages